Entah
kenapa menurut saya film The Descendents ini terasa sangat pas, sederhana,
simpel tapi mengena di hati. Menciptakan kesederhanaan dalam film itu tidak
semudah kata sederhana yang biasa kita pahami, rasa sederhana yang ditampilkan
oleh Alexander
Payne dalam
film ini membuat film ini tidak menjenuhkan, malah membuat rasa ingin tahu para
penonton terangkat kepermukaan secara perlahan. Tapi film adalah selera, ada
banyak teman saya yang berkomentar bahwa film ini biasa saja dan bahkan buruk!.
Tapi sekali lagi ini masalah selera, sama halnya seperti film The Artist yang
bisu, yang sebenarnya menarik dan malah menguras emosi tapi sangat membosankan
menurut beberapa orang teman saya, bahkan ada saja yang berkomentar sinis
seperti; “seruan Tom & Jerry!.”
Film
dengan durasi 115 menit ini bersetingkan di ke pulauan Hawai yang terkenal
dengan pantai serta pemandangannya yang menyegarkan. Berkisah tentang kehidupan
Matt King (George Clooney) yang memiliki seorang istri bernama Elizabeth dan
dua orang anak; Scottie-10 tahun (Amara Miller) dan
Alex-17 tahun (Shailene Woodley). Matt merupakan seorang kaya raya yang
memiliki harta warisa berupa tanah
seluas 25.000 hektar di pulau Kaua’i, akan tetapi tanah yang merupakan
warisan turun temurun keluarganya itu harus segera diselamatkan dari ancaman
pembangunan yang akan jatuh tempo karena aturan obligasi. Para kerabat Matt pun berkumpul dan mulai membahas
tentang keputusan yang akan di ambil oleh Matt untuk menghindari hal tersebut,
salah satunya adalah menjual tanah tadi kepada penduduk asli Kaua’i.
Terlepas
dari konflik cerita masalah tanah warisan, konflik cerita bertambah dengan
sebuah kecelakaan yang dialami oleh Istrinya, Elizabeth. Kecelakaan perahu yang
terjadi di dekat Waikiki itu membuat Elizabeth koma di rumah sakit. Koma
istrinya membuat Matt harus mengurus dua orang anak perempuannya yang ternyata
tidak memiliki hubungan dekat dengan Matt. Kesibukan Matt dengan pekerjaan
membuat kedekatannya dengan dua putrinya tadi terabaikan sehingga dia sering
kali memponis dirinya sebagai; “orang
tua cadangan”.
Konflik
cerita semakin bertambah saja ketika ternyata ke-2 putri Matt membuat banyak
masalah, seperti perilaku Scottie yang memperlakukan teman-teman di sekolahnya
dengan tidak pantas serta menunjukkan foto-foto ibunya yang koma kepada
teman-temannya sehingga hal itu menimbulkan kecemasan di mata para orang tua
murit. Sedangkan pada Alex masalah datang atas prilaku destruktif yang dimilikinya.
Dalam
film ini Alexander Payne juga sempat menyelipkan penjelasan bahwa para
pengusahan di kepulauan Hawai hampir semuanya terlihat seperti pemeran film
pengganti, hal ini karena cara mereka berpakaian terlihat santai dengan kemeja
longgar khas yang sering digunakan oleh orang-orang untuk berlibur. Payne ingin
menyampaikan begitu sederhananya pemikiran manusia atas membuat sebuah
penilaian terhadap seseorang lewat cara mereka berpakaian. Orang-orang sering
kali cepat menilai status sosial seseorang dari cara mereka berpakaian dan apa
yang mereka pakai padahal penampilan luar bisa membuat semua orang tertipu.
Kesederhanaan
yang menggambarkan sikap manusiawi memang menjadi poin tersendiri di dalam film
ini, Payne menyampaiakn hal-hal itu dengan sangat nyata lewat banyak konflik
yang dialami oleh Matt King. Konflik yang bisa saja terjadi di kehidupan nyata.
Awalnya saya kira konfliknya hanya akan sampai pada cara Matt menghadapi
anak-anaknya hingga menunggu istrinya bangkit dari koma dan mereka akan menjadi
keluarga yang bahagia. Prasangka saya itu merupakan sebuah salah besar,
ternyata konflik baru muncul lagi di kehidupan Matt.
Kecelakaan
yang menimpa Elizabeth dan membuatnya koma ternyata sangatlah parah, pada suatu
hari di Queen’s Hospital tempat
Elizabeth dirawat, seorang dokter menjelaskan kepada Matt bahwa istrinya itu
sudah tidak bisa lagi diselamatkan dan tidak lama lagi istrinya itu akan
meninggal, harapan dalam hidup Matt pun pudar bagai kanvas yang awalnya
dibayangkannya akan kembali dipenuhinya dengan warna-warna kehidupan baru yang
menyenangkan.
Berita
yang diberi tahukan oleh dokter tadi harus segera diberitahukan Matt kepada
para kerabat dekatnya dan kerabat dekat istrinya dan yang paling penting adalah
ke-2 putrinya yang tidak dekat denganya. Alex yang memang tidak akur dengan
ibunya terkejut dengan kabar itu. Saat itu dia ingin berenang di kolam, Matt
yang merasa saat itu adalah waktu yang tepat langsung memberitahukan kepada
anaknya tadi bahwa ibunya tidak mungkin bisa diselamatkan. Alex terdiam lalu menyelam
ke dalam kolam dengan wajah sedih, bagi saya saat adegan itu berjalan emosi
yang sangat besar tentang kesedihan di teransper oleh Payne dengan tepat lewat
gambar yang indah, tidak berlebihan dan mengena di hati.
Kejutan
itu tidak hanya sampai di situ saja, kejutan berikutnya muncul pada cerita Alex
tentang ibunya dan alasan mengapa dia sangat membenci ibunya. Di shopa Alex
duduk bersama Matt, kisah masa lalu yang lama dipendam Alex pun terungkap. Itu
adalah tentang perselingkuhan ibunya dengan seorang laki-laki yang tidak
dikenalnya, dia marah dengan perselingkuhan itu, dia marah dengan fakta bahwa
ibunya menghianati ayahnya.
Matt
yang baru mengetahui perselingkuhan itu, tertegun tak percaya. Sedikit pun tak
pernah terbesit di pikiranya bahwa istrinya akan berselingkuh darinya, dan saat
ini istrinya sedang terbaring koma di rumah sakit , bahkan di vonis dokter
tidak akan bisa diselamatkan. Keadaan serba salah bergejolak dalam hatinya, di
sisi lain dia merasakan sakitnya dihianati tapi di sisi lainnya lagi dia miris
dengan keadaan istrinya yang sekarat, memang memaafkan adalah salah satu jalan
yang harus diambilnya tapi kata maaf bukanlah sesuatu yang mudah, apa lagi
kejadian itu sudah berlangsung cukup lama tanpa diketahui olehnya. Inilah
keadaan yang terus menerus datang di saat yang tidak tepat.
Karena
semuanya sudah terjadi yang harus dilakukan hanyalah mencoba untuk memperbaiki
segalanya dengan kemampuan yang bisa dilakukan. Matt memutuskan untuk mencari
laki-laki yang sudah berselingkuh dengan istrinya dan ingin memberitahukan
tentang kondisi istrinya.
Konflik
adalah kekuatan dalam film ini, konflik yang sangat manusiawi, yang bisa
terjadi pada siapa pun di dunia ini. Film ini mengajarkan kekuatan pada para
penonton untuk selalu menjadi kuat ketika ada banyak masalah menimpa hidup.
Siap atau pun tidak siap yang namanya masalah tidak akan pernah mengenal waktu,
hanya saja yang membuat masalah itu semakin memburuk adalah diri kita sendiri.
Keluhan, rasa tidak mampu menciptakan penyelesaian, rasa di tinggalkan membuat
kita sebagai manusia gampang untuk menyerah, yang diperlukan adalah keyakinan,
yakin bahwa apa pun masalah itu selalu saja ada jalan keluar yang terbaik yang
bisa kita ambil untuk hidup kita.
Dari
segala sesuatu yang dimiliki dalam film ini, menurut saya film ini memang
pantas masuk nominasi dalam ajang Oscar
dalam katagori Bast Picture, walau
akhirnya katagori Best Picture di
menangkan oleh film The Artist yang bisu. Begitu juga halnya dengan acting yang diperankan oleh George
Clooney yang pantas untuk bersaing dalam katagori Best Actor, yang akhirnya di
menangkan oleh Jean Dujardin dengan alisnya yang seksi dalm film The Artist.
{LSJR}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar